Ada alasannya kenapa aku malas menuliskan kisah ini, bukan karena perasaanku masih gundah gulana, hanya saja kisah ini terlalu drama. Tapi atas nama bulan sakral dalam album Tempat Aku Pulang, atas nama misteri yang belum pernah didengar, akan kukisahkan padamu seada-adanya tanpa penambahan sedikit pun. Kawan-kawan, selamat menikmati April.
Matahari sedang lucu-lucunya dan langit sedang biru-birunya ketika aku menunggu gadis itu datang ke tempat kami harusnya bertemu, di sebuah mal di kawasan Soekarno-Hatta, Bandung. Wawancara untuk mading kampus, itu katanya di Whatsapp. Entah kenapa harus aku yang jadi objeknya, musisi kecil yang lagunya tidak terlalu terkenal. Berhubung kerjaanku di studio sedang kosong, kupenuhi permintaannya.
Gadis itu melambai dari kejauhan ke arahku dan motor tua yang kuparkir. Kaos biru membalut tubuhnya, kupluk longgar menutup rambut lurusnya yang panjang. Mungkin bila angin hari itu kuat, cukup untuk meniup tubuhnya yang kurus. Aprillianty namanya, bagaimana bisa aku lupa nama itu.
Dia menjabat tanganku. Mata yang cokelat menatapku di sela senyum yang tersungging. Gadis itu jauh lebih cantik dari fotonya di Whatsapp. Ya, kau tahu sendiri kan betapa avatar sering kali menipu. Kami melenggang ke arah food court, masakan khas Sunda menjadi santapan ketika wawancara berlangsung. Pertanyaan standar, jawaban klise, berujung tulisan tangan dariku disertai tanda tangan untuk pelengkap data madingnya. Wawancara selesai, tapi tidak dengan kegiatan kami berbincang di Whatsapp.
Aku senang berdialog dengannya. Bukan, bukan karena dia punya wawasan seluas Mbah Google atau punya kata-kata sebijak Mario Dedeh. Dia bisa membuatku tertawa, itu saja. Berdialog dengannya, aku menjelma menjadi diriku sendiri. Tidak butuh waktu lama untukku jatuh hati pada gadis itu. Jangan salahkan aku perihal waktu, hati tidak pernah punya batas kapan harus mulai merasakan sesuatu. Kalau ada yang harus disalahkan, mungkin Aprillianty-lah karena begitu suksesnya memikat.
Aku tidak terlalu mengerti dengan kode-kodean, aku juga tidak terlalu mengerti apa tanda seorang perempuan sudah memberikan lampu hijau untuk pendekatan, sinyalku tidak sekuat itu. Tapi kami beberapa kali keluar, untuk makan siang atau mencari buku. Aku rasa itu istimewa. Atau mungkin hanya perasaanku.
Bandung hujan sore itu, sudah menjadi ciri khas kota memang. Mau tak mau aku harus suka dengan kedatangan gemuruh yang selalu tiba-tiba. Aprillianty duduk di bangku besi depan ketika aku keluar dari dalam mini-market dan membawakannya sebotol teh. Menikmati deras hujan yang membuat kami membatalkan rencana jalan-jalan pun tak mengapa, di sebelahnya sudah lebih dari cukup.
Entah dari mana asal muasal pembicaraan, mungkin langit sendu yang membuatnya bercerita tentang rasa sakitnya atas masa lalu, tentang mantan pacarnya yang menyelingkuhi dia berulang kali, tentang dia yang hanya bisa bersabar. Kadang aku bingung batas antara sabar dan bodoh, tapi bukan lagi masalah, dia lajang, aku pun sama. Kugenggam tangannya kuat seakan tak mau melepas. Aku tahu jantungnya sedang merasakan debaran yang sama. Aku yakin dia sedang merasakan hal yang sama. Seperti itulah kami merapatkan rindu, atau sekali lagi, mungkin hanya aku yang menduga, mungkin ini semu, mana kutahu.
Malam itu aku dan motor tuaku mengantarkannya pulang. Sisa gerimis masih menggenangi jalan yang terlintas. Ia memintaku berhenti untuk membeli makan. Kuparkir motor di sebelah tenda nasi goreng yang merampas hak pedestrian. Motor tua sialan, tak mau juga menyala. Dalam hati sudah kumuntahkan sumpah serapah, harusnya kusalahkan diriku sendiri yang tidak juga membawanya ke bengkel untuk sekedar ganti oli. Mungkin motor tuaku tak terima kuhina, engkol yang kusela menghantam balik kaki hingga bagian tulang keringku sobek. Darah merembes dari dalam celana, Aprillianty melihat tanpa tega. Di rumahnya, diperbannya kakiku ketika hujan kembali mengintip dari sela jendela. Romantis memang, aku merasa sedang ada di dalam sinetron. Apakah sudah boleh aku merasa berbalas?
Tapi Twitter menjalankan tugasnya dengan baik. Twitter berhasil memanasi hatiku. Kau tahu kan saat di mana rindu sedang melanda dan kau begitu gatal ingin menguntit siapa saja yang mention dia, siapa saja yang diresponnya. Adalah seorang lelaki satu kampus dengannya, mention panjang mereka berdua terpajang. Benakku mengutuk, apakah perlu berbincang di ruang publik selama ada layanan SMS? Kutukan aku yang cemburu. Tapi aku tidak mau menyerah. Kata ibuku, laki-laki tidak boleh cepat menyerah. Bukankah semakin sulit perjuangannya, semakin manis hasilnya? Toh kode-kodeanku dengan Aprillianty masih berlangsung aman dan tentram.
Tiga hari lagi ulang tahunku. Aku telepon Aprillianty dengan pengajuan permintaan yang akan menyita waktunya seharian penuh. Ya, lelaki egois ini ingin perempuan yang disukainya untuk mau diajak ke sebuah tempat di Kota Bandung, taman di mana senja begitu menguning dan kota begitu hening. Tak dinyana, Aprillianty setuju. Mungkin lebih tepatnya, ‘mengusahakan’ untuk setuju. Ayolah Aprillianty, satu hari saja, dalam setahun aku tak ingin satu hari itu gagal
Sore hampir tiba, kukendarai motor tuaku ke taman. Langit kembali bergemuruh ketika aku duduk sendiri di bangku kayu. Kulihat ulang telepon genggamku, berharap ada pesan darinya masuk. Jika pun harus membatalkan, beri aku kabar, jangan seperti ini.
Hujan membasahiku yang tidak mau beranjak dari bangku, mungkin langit menangis karena aku tidak bisa menangis untuk masalah cinta-cintaan. Tapi harus kuakui, hatiku seakan diremas, sakit luar biasa entah kenapa. Bodoh, aku tenggelam dalam drama yang kuciptakan sendiri. Kalau difilmkan, mungkin adegan ini jadi klimaksnya, sad ending di mana sang lelaki duduk sendirian di bawah hujan di hari ulang tahunnya. Tapi ini bukan film, ini nyata, tidak ada credit title setelah ini. Hidup harus kembali berjalan, aku harus keluar dari taman, harus menyalakan motor, harus pulang. Dan pulanglah aku membawa sekeranjang kekecewaan.
Alam Semesta terkadang senang bercanda, ketika motor kukendarai, hujan berhenti, lalu langit menguning. Lagu Slow And Steady milik Of Monsters And Men yang kusetel di telinga menghiasi napas panjangku. Sekali lagi, jika ini film, mungkin sudah tamat sampai di sini. Kutatap senja sebelum akhirnya langit menggelap, menelan semua cahaya seperti Aprillianty menelan semua kebahagiaanku. Tapi toh matahari akan selalu kembali menyapa bumi, bahagiaku juga pasti akan kembali bersemi dengan atau tanpanya.
Aprillianty yang tidak datang sore itu masih menjadi misteri untukku, tapi bukan lagi untuk dipertanyakan. Beberapa hal memang harus dikenang daripada dipaksakan ada. Beberapa perjuangan memang harus mengenal kata mengikhlas daripada dipaksakan lanjut.
Perasaan untuk Aprillianty aku tulis dalam sebuah lagu, lagu yang seharusnya berjudul Cokelat, tapi akhirnya kuganti menjadi April.
Coba tanya hatimu sekali lagi,
sebelum engkau benar-benar pergi.
Masihkah ada aku di dalamnya?
Karena hatiku masih menyimpanmu.
Kisah kita memang baru sebentar,
tapi kesan terukir sangat indah.
Aku memang bukan manusia sempurna,
tapi tak pernah berhenti mencoba
membuatmu tersenyum,
walau tak pernah berbalas.
Bahagiamu juga bahagiaku.
Saat kau terlalu rapuh,
pundak siapa yang tersandar?
Tangan siapa yang tak melepas?
Aku yakin aku.
Bahkan saat kau memilih untuk meninggalkan aku,
tak pernah lelah menanti,
karena aku yakin kau akan kembali.
Ada engkau dalam setiap doaku,
sungguh aku rindu berbagi tawa.
Kini kita tidak lagi menyapa,
biarlah hanya dari kejauhan
melihatmu tersenyum,
walau tak pernah berbalas.
Bahagiamu juga bahagiaku.
Saat kau terlalu rapuh,
pundak siapa yang tersandar?
Tangan siapa yang tak melepas?
Aku yakin aku.
Bahkan saat kau memilih untuk meninggalkan aku,
tak pernah lelah menanti,
meski pun engkau tak akan kembali.
Kukirim kenang-kenangan tersebut pada sahabat Aprillianty. Sang Sahabat berkata Aprillianty menangis semalaman mendengar lagu itu. Entahlah, sudah kuredam habis-habisan hasratku ingin menghubunginya. Kabar terakhir kudengar ia sudah pacaran dengan lelaki itu. Mungkin sudah jalannya. Siapa pun yang dipilih Aprillianty, aku yakin itu yang terbaik. Apa yang pernah kami punya tetap menjadi kenangan indah. Jika tidak indah untuknya, setidaknya untukku.
Dan lucu betapa lagu April yang iseng-iseng kuunggah ke Soundcloud mendapatkan respon positif dari banyak orang, lucu betapa lagu April yang mempunyai kisahnya sendiri dapat terbang ke banyak telinga untuk melantunkan cerita baru di benak kawan-kawan.
Ternyata benar, mentari memang akan selalu datang kembali, bahagia akan selalu kembali terbit dengan caranya sendiri.
April bersama 12 lagu lainnya adalah bagian dari album Tempat Aku Pulang.
— Fiersa Besari, Bandung, 1 April 2014
Sumber:http://tempatakupulang.blogspot.com/2014/04/april.html#more